Aku melirik jam tanganku. Ah,19.45. Hebat. Dia telat lagi. 45menit,
gumamku dalam hati. Ya, malam ini aku sedang menunggu sahabat ku—calon
pacarku, tepatnya—di sebuah kafe dekatalun-alun kota. Madya mengajakku
makan malam. Dia bilang, dia akan memberikankejutan padaku. Sama sekali
tidak terlintas di pikiranku apa yang akan diaberikan padaku.
Malam-malam begini, pikirku. Suatu kejutan? Kejutan apa? Selamaini,
selama aku bersahabat dengannya, Madya tidak pernah merahasiakan apapun
dariku.Sekalipun dia akan memberiku kejutan, biasanya dia langsung
memberitahunyapadaku. Tapi kali ini tidak!
Waktu terus berputar,
dan akusemakin penasaran dengan kejutan yang akan diberikan Madya. Aku
tidak pernahberharap apa-apa darinya. Tepatnya tidak pernah meminta
berlebihan. Sesekaliaku berpikir, Madya begitu baik padaku. Dia selalu
ada buatku. Tentu saja,bukankah itu gunanya sahabat. Tapi selama ini,
entah mengapa ada persaan lainyang tersirat dalam hatiku tentang Madya.
Aku seakan tidak bisa melakukanapa-apa tanpanya. Terlebih saat aku
‘drop’ karena Reza—mantanku—meninggalkankudua bulan yang lalu. Aku
rapuh. Aku tidak bisa apa-apa lagi. Dan aku terpuruk.Hingga akhirnya aku
bertemu dengan Madya di temapt ini. Di kafe ini. Tepat dimeja yang aku
tempati sekarang ini. Meja 11. Dan Madya tepat di belakangku. 12.Ia
tersenyum padaku. Dan aku membalasnya. Mulai saat itulah aku
mengenalnya.Mulai dekat dengannya. Dan aku rasa aku mulai menyukainya.
30
menit berlalu. Dan aku semakinterhanyut pada khayalan dan imajinasiku.
Bagaimana jika Madya datang danmembawa setangkai bunga mawar merah
untukku, lalu ia bertanya, MAUKAH KAUMENJADI PACARKU? Atau Madya
tiba-tiba naik ke atas panggung di kafe ini lalumenyanyikan sebuah lagu
romantis dan berkata bahwa lagu itu dipersembahkanuntukku seorang? Ah,
aku semakin terbuai saja dengan semua ilusiku. Tapi apapunitu, aku
yakin, Madya melakukan hal terbaik untukku.
Saat aku mulai bosan
olehpenantianku, seorang lelaki membuka pintu kafe yang terbuat dari
kaca. Madya!Dia tampak lebih tampan dan cool, menurutku, dengan setelan
kaos berwarnamerah, celana jins, dan sepatu kets putih. Aku memandangnya
lama. Terpesona!
“Eh, Res, maaf telat. Pasti udahnunggu lama, ya?
Sorry deh…” Madya menyapaku yang masih terlihat lugu dan tidakberkedip
sedikitpun.
“Wooyy..”serunya lagi
Aku terkesiap. Lalu membuyarkanimajinasiku. Membangunkan diriku sendiri dari terpesonanya aku begitu melihatMadya.
“Eh
iya, nggak apa-apa kok. Udahbiasa, kalo nunggu kamu pasti lama. Sumpah,
Madya, kamu…kamu…kamu……” akuberhenti. Kamu keren, tapi aku tidak
mengatakannya.
“Ganteng ya? Emang sih! Udahbanyak orang yang
bilang kalo aku ini ganteng, keren, cool, apapun itu.” Madyamengedipkan
matanya, merasa bangga.
“Oh iya, katanya kamu mau ngasihkejutan
buat aku. Apaan? Gaya baru kamu ini? Oke deh aku ngaku aku kaget
plusterkejut liat style kamu kayak gini..” aku tersenyum.
“Bukan itu! Tapi aku maumemperkenalkan kamu seseorang” jawab Madya serius.
Aku
bingung. Seseorang? Siapa?Apa pentingnya aku untuk mengetahui orang
ini? Tiba-tiba seorang wanita cantikbergaun ungu muda menghampiri Madya
dan memegang tangannya erat.
“Kenalin, ini Tita,…..”
“Pacarku….”
Aku terdiam untuk beberapa saat.Pacar? Sejak kapan? Mengapa?
“Aku sama Tita baru jalan 2 minggu…”sahut Madya melanjutkan.
Seolah
menyembunyikan rasakecewaku, aku mempersilakan Madya dan Tita duduk dan
memanggil waiter untukmemesan makanan. Makan malam ini terasacanggung,
setidaknya buatku. Madya-ku telah pergi dan aku sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar